Sabtu, 09 April 2011

S T R O K E


1.      Anatomi fisiologi

a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.

Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995) 

Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)

2.      Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994)

3.  Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi:
a.       stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
b.      stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :
ØTIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
Ø  Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu..
Ø  Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Ø  Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

4. Etiologi
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu :
a.       Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

b.      Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

c.        Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

d.      Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

e.        Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.

f.       Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

g.      Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.

h.       Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.

i.         Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.

j.         kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena:
a.       Pengaruh terhadap status mental
Ø  Tidak sadar : 30% – 40%
Ø  Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

b.      Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
Ø  Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
Ø  Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
Ø  Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

c.       Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
Ø  hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
Ø  inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena

d.      Daerah arteri serebri posterior
Ø  Nyeri spontan pada kepala
Ø   Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

e.       Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
Ø  Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
Ø   Hemiplegia alternans atau tetraplegia
Ø  Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a.      hemisfer kanan
·         Hemiparese sebelah kiri tubuh
·         Penilaian buruk
·         Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan

b.      stroke hemisfer kiri
·         mengalami hemiparese kanan
·         perilaku lambat dan sangat berhati-hati
·          kelainan bidang pandang sebelah kanan
·         disfagia global
·         afasia
·         mudah frustasi

6. Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.

Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)

7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
  1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
  2. CT scan kepala untuk mengetahui
  3. lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
  4. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
  5. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu

8. Penatalaksanaan medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
  1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
  2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
  3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
  4. Bed rest
  5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
  6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
  7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
  8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
  9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
  10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
  11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
·         Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat    hemoragik
·     Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar