Sabtu, 23 April 2011

HA HAK ANAK


A.             LATAR BELAKANG
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai oleh karena itu terhadap anak yang melakukan tindak pidana diperlukan pengadilan anak secara khusus.
            Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Indonesia telah mengesahkan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Seharusnya sudah dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan terhadap perlindungan anak. Indonesia mengesahkan undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
            Anak yang melakukan tindak pidana menurut defenisi hukum Nasional adalah ” orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. ”Anak Nakal” Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari di pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan hukum, harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa.


A.   Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hUkum
Focal Point Gender Kejaksaan Agung dan Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia
Untuk menjamin Perlindungan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum ditetapkan sebagai kelompok anak yang membutuhkan ”Perlindungan Khusus”. Menurut Undang-undang Perlindungan Anak pasal 64 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Bentuk perlindungan khusus tersebut meliputi :
1)      perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
2)      penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
3)      penyediaan sarana dan prasarana khusus;
4)      penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak;
5)      pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;
6)      pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga
7)      perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
Persoalan hukum tidak hanya menimpa orang-orang  dewasa. Anak-anak juga seringkali terbentur dengan persoalan hukum. Dan seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga berhak mendapat perlindungan secara hukum.   Perlindungan hukum ini tidak hanya diberikan kepada anak yang menjadi korban dalam suatu maasalah hukum, tapi juga kepada anak-anak yang menjadi pelakunya
Berdasarkan penjelasan pasal 10 undang-undang no 14 tahun 1970 peradilan anak itu berada di bawah peradilan umum,  yang diatur secara istimewa dan undang-undang pengadilan anak hanyalan masalah acara sidangnya yang berbeda dengan acara siding bagi orang dewasa. Pengadilan anak ada pada badan peradilan umum.[1] (pasal 2 UU No. 3 tahun 1997)
Undang-undang pengadilan anak dalam pasal-pasalnya mengaut beberapa asas yang membedakannya dengan siding pidana untuk orang dewasa. Adapun asas-asas itu adalah sebagai berikut[2] :
1.      pembatasan umum (pasal 1 butir 1 jo pasal 4 ayat (1))
Adapun orang yang dapat disidangkan dalam acara pengadilan anak ditentukan secara limitative, yaitu minimum berumur 8  (delapan) tahun dan maksumum 18 (delapan belas tahun) dan belum pernah kawin
2.      ruang lingkup masalah di batasi (pasal 1 ayat 2)
masalah yang dapat diperiksa dalam siding pengadilan anak hanyalah terbatas menyangkur perkara anak nakal.
3.      Ditangani pejbat khusus (pasal 1 ayat 5, 6, dan 7)
Undang-undang no 3 tahun 1997 menentukan perakra anak nakal harus ditangani oleh pejbat-pejabat khusus seperti :
a. ditigkat penyidikan oleh penyidik anak
b. di tingkat penuntutan oleh penutut umum
c. di pengadilan oleh hakim anak, hakim banding anak, & hakim kasasi anak.
4.      Peran pembimbing kemasyarakatan (pasal 1 ayat 11)
Undang-undang pengadilan anak mengakui peranan dari
a. pembimbing kemsyrakatan
b. pekerja social dan
c. pekerja social sukarela
5.      Suasana pemeriksaan kekeluargaan
Pemeriksaan perkara di pengadilan dilakkan dalam suasana kekeluargaan. Oleh karena itu hakim, penuntut umum dan penasihat hokum tidak memakai toga.
6.      Keharusan splitsing (pasal 7)
Anak tidak boleh diadili bersama dengan orang dewasa baik yang berstatus sipil maupun militer, kalau terjadi anak melakukan tindak pidana bersama orang dewasa, maka si anak diadili dalam siding pengadilan anak, sementara orang dewasa diadilan dalam siding biasa, atau apabila ia berstatus militer di peradilan militer.
7.      Acara pemeriksaan tertutup (pasal 8 ayat (1))
Acara pemeriksaan di siding pengadilan anak dilakukan secara tertutup . ini demi kepentingan si anak sendiri. Akan tetapi putusan harus diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum.
8.      Diperiksa hakim tunggal (pasal 11, 14, dan 18)
Hakim yang memeriksa perkara anak, baik ditingkat pengadilan negeri, banding atau kasasi  dilakukan dengan hakim tunggal.
9.      Masa penahanan lebih singkat (pasal 44 -49)
Masa penahanan terhadap anak lebih singkat disbanding masa penahanan menurut KUHAP
10.  Hukuman lebih ringan (pasal 22 – 32)
Hukuman yang dijatuhkan terhadap anak nakal lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam KUHP. Hukuman maksimal untuk anak nakal adalah sepuluh tahun

  1. HAK- HAK ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA
Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Misalnya saja jauh sebelum Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1990 Indonesia telah mengesahkan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Seharusnya sudah dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan terhadap perlindungan anak, namun harapan hanya tinggal harapan, kondisi anak-anak di Indonesi masih saja mengalami berbagai masalah. Sampai akhirnya Indonesia meratifikasi Konvensi International Mengenai Hak Anak (Convention on the Raight of the Child), Konvensi yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 ternyata belum mampu mengangkat keterpurukan situasi anak-anak Indonesia. Kemudian setelah Ratifikasi KHA Indonesia mengesahkan undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sepanjang tahun 2000, tercatat dalam statistik kriminal kepolisan terdapat lebih dari 11.344 anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada bulan Januari hingga Mei 2002, ditemukan 4.325 tahanan anak dirumah tanahan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia.  Lebih menyedihkan, sebagaian besar (84,2 %) anak-anak ini berada di dalam lembaga penahanan  dan pemenjaraan untuk orang dewasa  dan pemuda. Jumlah anak-anak yang ditahan tersebut, tidak termasuk anak-anak yang ditahan dalam kantor polisi (Polsek, Polres, Polda dan Mabes) pada rentang waktu yang sama, yaitu januari hingga mei 2002, tercatat  9.465 anak-anak yang berstatus sebagai Anak  Didik (anak sipil, anak negara, dan anak pidana) tersebar di seluruh rumah tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan. Sebagaian besar yaitu 53,3 % berada di rumah tahanaan  dan lembaga pemasyarakan untuk orang dewasa dan pemuda.
Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, karena banyak anak-anak yang harus berhadapan dengan proses peradilan. Keberadaan anak-anak dalam tempat penahanan  dan pemenjaraan bersama orang-orang yang lebih dewasa, menempatkan anak pada situasi  rawan dan menjadi korban berbagai tindak kekerasan. Oleh karena itu sudah seharusnya sistem peradilan pidana terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus sesuai dengan standar nilai dan perlakuan sejumlah instrumen nasional maupun internasional yang berlaku diantaranya adalah:
A. Instrumen Hukum nasional
  1. UUD 45 
  2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
  3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
  4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
  6. Konvensi Menetang Penyiksaan  dan Perlakuan dan Penghukuman Lainnya yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia Res PBB No. 39/46 tahun 1948 ) yang di ratifikasi dengan Undang-undang No. 5 tahun 1998 tentang Pengesehan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatmen or Punishment
B. Instrumen Hukum Internasional
  1. Deklarasi Universal tentang Hak-hak Azasi Manusia
  2. Konvensi  Hak Anak  tahun 1989
  3. Kumpulan hukum prinsip-prinsip  untuk perlindungan semua orang yang berada  di bawah bentuk penahanan apapun atau pemenjaraan (res. PBB No. 43/173 tahun 1988),
  4. Peraturan perserikatan PBB bagi Perlindungan anak  yang kehilangan kebebasannya (Res No. 45/113 tahun 1990

A.           Instrumen Hukum nasional


Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar dan berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat  membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. (lihat pasal 2, 6 dan 8 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak)
1)      Pasal 2
         Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
         Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.
         Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
         Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.
2)      Pasal 6
         Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya.
         Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.

3)      Pasal 8
·         Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.
Hakim, penyidik dan penuntut  umum yang menangani perakra anak harus mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.
Penyidik wajib memeriksa tersangka anak dalam suasana kekeluargaan dan wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan. Proses penyidikan perkara terhadap anak nakal wajib di rahasiakan. Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh  mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.
Hakim, penuntut umum, penyidik dan penasehat hukum, serta petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas, pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup dan wajiob dihadiri oleh orang tua, wli atau orang tua asuhnya penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakat. Sebelu sidang dibuka hakim memerintahkan pembimbing kemasyarakat menyampaikan hasil penelitian kemasyarakatan  mengenai keadaan anak yang wajib dijadikan hakim sebagai bahan pertimbangan memutuskan perkara.  (lihat pasal 1 s/d 6, 8, 10, 11, 19, 20 s/d 31, pasal 41s/d 62 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Pasal 51
(1)   Setiap Anak Nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
(2)   Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada tersangka dan orang tua, wali, atau orang tua asuh, mengenai hak memperoleh bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)   Setiap Anak Nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan langsung dengan Penasihat Hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 60

Tidak ada komentar:

Posting Komentar